Jodoh Pasti Ber-Tamu

Nama ku Bastian seorang mahasiswa yang sedang belajar di sebuah universitas ternama di Yogyakarta. Di sela-sela kesibukanku dengan belajar, aku pun mengikuti kegiatan lembaga dakwah, baik di fakultas maupun universitas. Di awal masuk lembaga tersebut, aku mulai mengenal dengan senior dan teman-teman seangkatan yang memiliki minat sama dengan lembaga dakwah. Sifatku yang suka mengenal dengan banyak orang dan memperluas jaringan pertemanan, aku mulai mengakrabkan diri dengan mereka.
Kegiatanku di lembaga dakwah ini sering sekali membersamai ustadz dan pembicara dalam setiap kajian sepekan tiga kali membuatku sedikit kewalahan, meskipun sibuk ada kalanya aku berkumpul dengan teman seangkatan dalam lembaga dakwah, peraturan ketat di lembaga adalah dengan adanya tirai hijab yang membatasi antara ikhwan dan akhwat, membuat kami berinteraksi melalui suara saja, dengan adanya peraturan itu aku jadi bingung, ketika bertemu yang mana fulanah A dan mana fulanah B, jadi ketika menyampaikan amanah sering kali salah orang,
“Assalamu’alaykum, ukht ini ada pesan dari akh Ahmad, laporan keuangannya kurang lengkap!” sahut ku.
“Laporan keuangan apa ya?” tanyanya penasaran.
“Ini laporan keuangan musyawarah kemarin, ini ukht Tuti kan?”
“Oh bukan, nah itu ukh Tuti baru aja datang” serunya.
“Oh, afwan”
Betapa malunya kalau sudah salah orang seperti itu, hal itu tdak terjadi satu kali tapi sering kali hal itu terjadi, sampai-sampai ku berpikir, apakah harus menyempatkan mencuri pandangan untuk mengetahui yang mana fulanah A dengan fulanah B karena jika hanya suara, memori ku tidak mampu untuk mengingat ke semua suara itu, jadi keesokan harinya ku mulai saja kesempatan mencuri pandangan secara sembunyi-sembunyi, akan tetapi belum lama dan banyak mengenal, ada saja masalah berikutnya, ada senior yang menyampaikan pesan, agar pesan itu disampaikan ke akhwat.
Masalahnya adalah di taman semua anggota lembaga dakwah sedang berkumpul dan akhwat senior yang dituju, aku belum tau orangnya mana, akhirnya dengan berat hati ia sendiri yang memanggil akhwat itu. Tidak terasa sudah aku cukup banyak mengenali beberapa akhwat untuk dapat membedakannya, hingga kedua mataku sampai terpaku ke salah seorang akhwat, aku pun bergumam,
“dia cantik, senyumannya manis dan kacamata yang menghiasi wajahnya, tidak menghalangi kecantikannya”
“Ah aku pikir itu tidak mungkin sebuah cinta, cinta mana mungkin datang secepat itu, mungkin aku hanya mengagumi saja, ya ku pikir itu hanya rasa kagum”.
“Akan tetapi, diri ini seakan bertanya-tanya siapakah namanya, berapakah usianya, lebih muda ataukah lebih tua dariku?”
Hingga akhirnya ketika ku sedang mencari simpanan data di dalam komputer invetaris lembaga dakwah tersebut untuk membuat surat pembicara kajian, secara tidak sengaja aku membuka sebuah dokumen, dokumen terbuka itu adalah daftar anggota lembaga dakwah, tersirat rasa penasaran yang besar dan ku mendapatkan namanya, ia bernama Nia.
Kini giliran angkatan kami yang menjadi pengurus lembaga dakwah, untuk penggantian kepengurusan biasa dilakukan di akhir tahun hijriah, aku dan beberapa teman menjadi panitia kegiatan tersebut, dan hasilnya hampir semua teman seangkatan menjadi pengurus lembaga dakwah, sedangkan saya memilih tidak ikut karena ada hal lain yang harus ku kerjakan.
Banyak kegiatan lembaga dakwah yang sudah kami jalani, hingga akhirnya ku jadi panitia dan Nia menjadi seorang sekretaris dan bendahara di dalam acara yang sama, hati ku berdegup kencang, aku meminta saran bagaimana keluar dari masalah ini dan saran dari senior adalah ingatlah untuk selalu sabar dalam meluruskan niat hanya kepada Allah, dengan meluruskan niat ku menjalani kegiatan itu, meski mataku sulit untuk lepas dari wajahnya, dan saat itu lah ku mengetahui nomor kontak dan bagaimana sifat aslinya, meski aku mengetahui kedua hal tersebut, akan tetapi ketika ku mencoba mengakrabkan dengannya, ia sangat menjaga interaksi dengan diriku.
Padahal dengan teman-teman laki-laki yang lain seperti Armon dan Ikhsan, ia tidak segan mengekspresikan sifat aslinya, apakah mungkin ia sudah mengetahui kalau aku sering memperhatikannya dalam diam, terlebih lagi ketika aku mengobrol dengannya, hal yang tak lepas ia bicarakan adalah Rahman seorang ketua angkatan lembaga dakwah, entah kenapa seperti ada lubang besar yang terbuka di dalam hati ini, apakah mungkin itu sebuah rasa cemburu, mungkinkah rasa kagum itu telah berubah menjadi rasa suka.
Disela kesibukan dakwah, ada kalanya kami berkumpul dan berbincang santai sambil makan bareng di warung sate dekat masjid, aku mengobrol bersama Akh Agus dan Akh Rizky seputar kepengurusan,
“Ada ustadz yang sering mengisi kajian kita bilang, saya memperhatikan bahwa ada perbedaan kepengurusan sekarang dengan sebelumnya, hijab yang biasanya tinggi sekarang menjadi rada turun dan lebih tipis” ujar Akh Rizky.
“Masa sih, mungkin karena pengurus sekarang tidak setinggi pengurus sebelumnya, jadi tidak sampai untuk meninggikan hijabnya dan karena keterbatasan kain yang bergiliran di cuci, jadi membuatnya lebih tipis, kan biasanya dua lapis” jawab Akh Agus.
“Bercanda aja nih, jadi itu membuat lawan jenis dapat saling pandang, bahaya dong, lalu bagaimana itu?” sahut ku.
“Apanya, sekarang pada pandang ko” jawab Akh Rizky.
“Eh benarkah hal itu terjadi, lalu di awal aku masuk lembaga dakwah ini aku berusaha menjaga pandangan, dan mencuri pandangan sesekali hanya untuk mengetahui siapa lawan bicaraku, akan tetapi sekarang menjadi seperti ini, apakah mungkin karena kepengurusan saat ini, ini suatu kemudahan ataukah sebuah masalah, mungkin asalkan mereka bisa menghijabi interaksi dan hati mereka mungkin tidak apa-apa”, dan tiba-tiba lamunanku di kejutkan dengan seruan Akh Agus,
“Eh, makanan sudah datang nih, makan dahulu!”
“Siap bos! hehe” canda ku
Setelah makan kami bersiap pulang ke kost kami masing-masing.
Hari berikutnya ketika aku kuliah, ada ucapan dosen yang menurutku sangat menarik, beliau bernama pak Muchsin, beliau berkata seperti ini,
“Bastian, kapan kamu membeli baju yang kamu kenakan saat ini?”
“Mm, setahun yang lalu, pak” pikirku.
“Kamu pilih sendiri baju itu kan?” tanyanya.
“Iya, pak” jawabku cepat.
“Sampai kapan kamu mengenakan baju itu?” tanyanya lagi.
“Hmm, mungkin sampai 3 tahun” jawabku ragu.
“Kamu memilih sendiri baju itu dan setelah 3 tahun kamu dapat menggantinya, akan tetapi jangan sekali-kali ketika kamu sudah memilih jodohmu sendiri, dapat kamu tinggalkan dengan seenaknya, karena kalau kamu sudah menentukan pilihan dan sudah mengikat janji, pilihanmu itu akan menemani seumur hidupmu, ingat ya Bastian!”
“Iya pak” sembari tersenyum.
Meskipun aku tidak mengerti kenapa tiba-tiba pak Muhalal berujar seperti itu padaku, mungkin Allah menasihatiku melalui kalimat dari beliau.
Selesai kuliah dengan beliau selesai kemudian aku mengingat kalimat yang sering ustadz pesankan adalah memilihlah wanita itu karena empat hal, yaitu agamanya, parasnya, keturunannya dan kekayaannya, tetapi paling utama adalah memilih agamanya, karena dari seorang wanita lah yang menjadi madrasah bagi anak-anakmu kelak.
Aku pun berpikir bahwa untuk mendapatkan pasangan yang baik agamanya maka dilihat pula siapakah diriku ini bagaimana kualitas agama ku, baik kah, karena Allah telah mengatakannnya di dalam Quran “laki-laki baik untuk perempuan baik dan sebaliknya laki-laki keji untuk perempuan keji”.
Tidak terasa sudah tahun kelima, Nia seorang perempuan yang ku suka sudah wisuda terlebih dahulu, sementara aku masih sibuk mengurusi penelitian ku belum selesai, kalau ia selesai kuliah berarti ia akan kembali ke rumahnya.
Pikirku ini akan semakin sulit bagiku untuk bersanding dengannya, akan tetapi aku percaya jika memang ia jodohku Allah akan mempermudah jalan bagiku untuk bertemu dengannya kembali, entah dengan cara seperti Allah akan mempertemukan kedua hamba-Nya, sungguh Allah tidak akan pernah kehabisan cara untuk mempertemukan pasangan dengan cara yang indah.
Tidak di sangka-sangka, aku pun di pertemukan kembali dengan Nia di suatu acara walimahan Firdaus & Diana sepasang teman dari lembaga dakwah yang sama, Nia menjadi panitia dengan mengenakan seragam biru muda, ia menjadi pagar ayu untuk menerima tamu akhwat, ada hal lain seharusnya aku tidak perlu terkejut lagi adalah siapa orang yang menjadi pagar bagusnya untuk menerima tamu ikhwan adalah Rahman.
Sesaat kemudian Nia meminta panitia yang lain untuk menggantikan posisinya di meja tamu, karena ada sesuatu urusan di ruang panitia, setelah keluar dari sana Nia bertemu dengan Jannah, ia asyik mengobrol dengannya sempat becanda dengan menanyakan,
“Giliran kamu kapan?, hehe”, ledek Nia sembari tersenyum
Jannah hanya tersenyum, aku yang kebetulan sedang duduk di dekat mereka ingin menyapa, selagi mereka masih berdua agar tidak berkhalwat juga, ketika akan menyapa seorang adik angkatan menyeru,
“Mas ambil makanan yuk” ajak Awang
Tidak dapat menolak, aku pun mengangguk dan mengambil makanan yang terhidang, saat aku kembali ke tempat duduk, mereka sudah pergi. Setelah makan kami berfoto dengan Firdaus dan Diana, lalu kami pulang dengan teman rombongan, aku pikir itu adalah hari terakhir ku bertemu dengannya.
Ketika semua teman sudah menggunakan smartphone dan harga smartphone cukup murah aku pun membelinya karena pada umunya mereka menggunakan aplikasi whatsapp dan line di smartphone mereka, aku bergabung dengan grup whatsapp dan ketika saya menambah nomor-nomor kontak di grup, aku pun menemukan nomor baru Nia di salah satu daftar kontak anggotanya, nomor yang ia pakai untuk aplikasi tersebut berbeda dengan nomor sebelumnya.
Ketika beberapa teman sudah mendaftar ujian pendadaran, aku penasaran melihat siapa saja yang di uji bulan ini, mataku fokus terarah ke salah satu nama, membuat aku terkejut saat menemukan namanya terdaftar dalam peserta ujian skripsi bulan Oktober, aku berujar
“Kenapa ia berbohong kepadaku, saat itu bilangnya bulan Februari kenapa terdaftar di bulan ini!”, ujarku
Yudi salah satu adik angkatan yang penasaran datang dan bertanya,
“Kenapa mas?” tanyanya
“Ini Nia, teman seangkatan ku baru ujian bulan ini, bilangnya bulan Februari lalu sudah ujian” jawabku dengan nada sedikit kesal
“Oh”, jawabnya singkat dan pergi
“Aku bingung kenapa ia langsung pergi, mungkin ia mengira namaku terdaftar sebagai peserta ujian bulan ini juga” ujarku dalam hati.
Aku yang penasaran kembali memastikan benarkah itu nama Nia terdaftar disana dan memang benar namanya tertulis disana, sebelum aku pergi staff tata usaha datang memperbaiki daftar, penasaran dengan apa yang diganti, mungkin salah nama, ternyata beliau hanya mengganti rangan ujian saja, jadi benar Nia baru ujian, staff tata usaha pun bertanya,
“Kamu mau ujian po?” tanyanya
“Hehe, engga pak, belum, belum” jawabku
Aku yang teringat mempunyai nomornya dari grup whatsapp ingin memeriksa kebenaran tersebut, akan tetapi aku ragu ingin bertanya ke Sari salah satu teman dekatnya Nia tapi aku pikir itu akan lebih memperburuk keadaan, akhirnya dengan mengumpulkan keberanian aku mengirimi pesan whatsapp ke nomornya.
“Assalau’alaykum, kenapa Nia berbohong kepadaku, bilangnya Februari sudah wisuda ternyata bulan ini baru ujian?, tanyaku
Ia masih belum menjawab, aku mengenalnya dengan baik ia selalu menghindari kalimat yang mungkin menimbulkan sifat ke-geje-annya muncul, aku pun bertanya lagi
“Jika memang ada alasan yang baik tidak apa-apa, sukses ya ujiannya dan maaf ga bisa datang di hari ujian karena ada keperluan lain” ujarku lagi
“Wa’alaykumussalam, afwan sepertinya itu salah paham aja sih, memang rencananya seperti itu, saya, Kumala dan Jannah rencana yudisium Februari tapi ternyata mereka duluan dan saya baru dapat memenuhi syarat belum lama ini” jawabnya
Aku yang sudah lama mengenalnya, sempat berpikir lain mungkin ia menyembunyikan alasan lain di luar itu, akan tetapi daripada memperpanjang masalah hanya karena masalah ini aku pun mengakhiri obrolan dengan mengucapkan
“Semoga ilmunya bermanfaat”
Tetapi dibalik semua itu, aku berpikir apakah aku yakin, aku sendiri sudah siap menjadi imam yang baik, di masa berkembangnya teknologi denga banyak sekali fitnah dunia menyelimuti, aku takut aku gagal jadi imam, akan tetapi ketika tidak mau mencoba melakukannya justru akan menjadi penyesalan tiada akhirnya, Beraksilah dan mohon perlindungannya agar tetap berada di jalan-Nya.
Tidak beberapa lama setelah ujiannya, salah satu teman ku akan melaksanakan pernikahan, Ningrum namanya. Ia akan melaksanakan akad dan walimahan di Yogyakarta, karena memang dia asli Bantul, Yogyakarta. Karena Ningrum ujian di waktu bersamaan dengan Nia dan mereka dari satu laboratorium penelitian yang sama dengan Nia, sudah pasti dia akan datang pikirku.
Hari pernikahan Ningrum tiba, aku datang merekam momen akadnya, tujuan lainnya untuk mengetahui berapa umumnya mahar saat ini.
“Untuk aku persiapkan kelak sih, hehe, ujarku dalam hati.
Nia tidak datang saat akadnya Ningrum, aku pikir mungkin karena sudah malam. Keesokan hari saat walimahannya, ia datang bersama Keumala teman baiknya. Ia berpapasan dengan ku saat mengambil makanan dan lagi-lagi aku tidak dapat berbuat apapun dan hanya melaluinya begitu saja.
Saat sesi foto bersama ada hal membuatku terus terbayang-bayang di pikiran meski itu tidak di sengaja, ketika fotografer meminta kami memetik bunga imitasi di depan kami, aku memetik beberapa kuncup bunga untuk memberi kebelakang, lalu aku sadar dibelakangku itu akhwat-akhwat aktivis dakwah, yaitu Keumala, Nia dan Asih.
Secara otomatis ku langsung ganti dengan memegang tangkainya sekalian biar mereka memetik kuncupnya sendiri dan seseorang memetik kuncup bunga yang ku pegang hanya Nia. Pulang dari walimahan aku terantuk perihal tadi.
“Eh, aku seperti memberi bunga kepada Nia dong, ah sudahlah itu kan hanya kebetulan, akan tetapi semua hal yang terjadi di dunia ini tidak ada yang kebetulan, semua sudah tertulis di Lauhul Mahfuz, argh masa bodo, tawakkal saja kepada Allah, semua akan aku usahakan agar mendapat hasil, terbaik” pikirku sambil mengacak-acak rambutku sendiri.
25 Jumadil Ula, sepulangnya aku dari walimahan Okta, salah satu teman seangkatan menikah, dari sebuah masjid di seberang jalan, aku mendengar mp3 asmaul husna yang membuat hati ku tenang, sesampainya di rumah aku pun segera mencari di internet, tapi apa daya dari tujuh mp3 asmaul husna yang ku unduh tidak ada yang sama, akan tetapi ketika ku memainkan daftar putarku ada hal membuatku terkejut, mp3 asmaul husna yang sama sudah ada di laptopku di dalam berkas mp3 Qur’an dari Nia, masya Allah kenapa aku di ingatkan kembali tentang Nia, dahulu tanpa disengaja aku meminta ke teman dakwah adakah yang punya mp3 Quran dan dari beberapa teman yang membalas dengan cepat adalah Nia, dan di saat itulah rasa itu mulai ada.
9 Rajab, aku memenuhi undangan walimahan Yanto, teman aktivis dakwah junior yang selisih setahun denganku, hal yang membuatku terkejut adalah ketika pendamping wanita itu tersenyum kepada tamu undangan, mata sipit yang terpancar ketika tersenyum itu mengingatkan ku kembali kepada Nia, masya Allah kenapa aku di ingatkan kembali kepadanya, akhirnya keesokan pagi, aku mencoba memberanikan diri bertanya tentang Nia ke teman dekatnya sesama aktivis dakwah, karena itulah cara ku mengetahui sifat asli seseorang, meskipun aku menduga nanti ada yang bilang
“Cieee antum suka Nia ya?” pikirku
Dari beberapa teman dekat Nia yang ku tanyakan, jawabannya hampir sama, ia tidak terlalu diam dan tidak terlalu ramai juga orangnya, aku pun berujar dalam hati,
“tetapi kenapa di depanku ia begitu dingin, hufth”
Di luar dugaan tidak ada yang menggodaku dengan kata cie, ihir atau kata lain semacam itu aku pun berpikir
“Ini pada ga peka atau memang khusnudzon terlalu kuat ya, ah mungkin karena khusnudzon mereka, mungkin”
15 Rajab ba’da maghrib, diriku seakan ditegur oleh Allah, sekuat apapun aku berusaha, tetap kembali kepada ketentuan-Nya, sepulangnya aku dari pasar modern aku bertemu dengan akhwat sedang menunggu bis sembari membaca Quran, pikiranku melayang entah kemana memikirkan hal lain,
“Sudah sejauh mana aku mempersiapkan diri untuk menjadi seorang pemimpin, sudah sejauh mana kesiapan diriku untuk menjadi pengganti tugas ayahnya kelak, melindungi, mendidik dan menjaga dari siksa api neraka, ibarat seorang petani buah ketika melihat sebuah mangga di pohon, melihat buah yang sudah ranum ingin sekali memetiknya tetapi bagaimana pengolahannya, perawatannya dan pengembangannya setelah itu, itu jadi hal yang perlu di perhatikan, bukan seperti anak kecil yang menginginkan mobil-mobilan dan ketika sudah dapat, diabaikan begitu saja”

Bersambung . . .

Comments (2)

biro jodohAugust 30th, 2015 at 2:23 am

jodoh itu sama dengan rizki, sama2 harus di cari, betul? 🙂

Habib SebastianDecember 16th, 2015 at 4:09 am

Betul Betul Betul, jika usaha maksimal, hasil juga baik.

Leave a comment

Your comment